Hari ini di jalan itu, aku bertemu dengan seorang nenek. Mungkin usianya sudah di atas 60 tahun, atau mungkin sebenarnya lebih muda dari usia itu namun karena kehidupannya yang mungkin kurang beruntung membuat dirinya terlihat begitu tua. Nenek itu terlihat kira-kira 15 meter di hadapanku, kita sama-sama berjalan dari arah yang berlawanan, saling mendekaat. Nenek itu berpakaian kebaya model lama, yang biasa dipakai nenek-nenek di pasar, bajunya sangat lusuh. Nenek itu memikul sebuah kain gendong yang cukup besar di punggungnya, terlihat berat, sampai-sampai nenek itu hampir berjalan sambil membungkuk, kasihan tulang belakangnya yang sudah rapuh. Di tangan kiri dan kanannya membawa 2 buah tas kresek hitam, berukuran cukup besar.
Sebelum kami sempat berseliweran, atau setidaknya bertatap muka, tiba-tiba terlihat nenek itu berhenti, dia kemudian duduk di sebuah tempat duduk dari semen di pinggir jalan, dekat dengan tempat sampah. Nenek itu terlihat sangat kelelahan, lelah sekali.. Nafasnya ngos-ngosan, dada dan tubuhnya naik turun, tanda nafasnya tersengal-sengal.. Mungkin karena nenek itu kelelahan. Tangan kanannya kemudian mengelus-elus leher dan dadanya. Sepertinya nenek itu kehausan, mulutnya megap-megap, lidahnya seperti mau menjulur, persis seperti ketika aku kehausan sehabis lari jauh. Nenek itu celingak-celinguk, menengok ke arah kiri dan kanan, entah apa yang dia cari. Aku terus berjalan, melewati nenek itu..
Tetapi, hati ini tidak bisa berbohong, aku tidak tega pada nenek itu, kasihan, setua itu berjalan kaki membawa barang-barang banyak dan berat, tidak tahu sudah seberapa jauh nenek itu berjalan, dan masih seberapa jauh lagikah perjalanannya? Ingin aku bertanya kepada nenek itu dan menawarkan bantuan. Badanku yang sudah berjalan jauh memunggungi nenek itu, berbalik ke belakang, deg, mata kami bertemu. Mataku bertemu dengan mata nenek tua renta itu, matanya sayu, nanar, seperti ingin meminta tolong, namun tidak kuasa berucap.
Aku kemudian melepaskan pandangan ke barag-barang bawaannya, tas kresek itu agak tipis, sekilas terlihat di dalamnya sebuah piring, dan kain lusuh, gombal atau apapun itu, dan benda-benda yang tidak bisa aku identifikasi bentuk aslinya karena tertutup oleh lapisan plastik kresek. Apakah nenek itu seorang homeless yang sedang berjalan tidak tahu tujuan? Aku tiba-tiba teringat, aku ingat wajah itu, wajah nenek itu, aku pernah bertemu dengannya beberapa bulan lalu, di tempat yang sama, di jalan ini.
Waktu itu sang nenek terlihat kebingungan di tengah jalan, tidak membawa apa-apa, meminta tolong ke orang-orang di sekitar, namun tidak ada yang mempedulikannya, atau malah orang-orang takut pada nenek itu. Waktu itu aku kemudian mendatangi nenek itu, dan bertanya: "ada apa nek?", ternyata nenek itu kehausan, sudah tidak sanggup untuk berjalan, kelelahan.. Nenek itu memintaku untuk membelikan sebuah minuman. Karena sudah telat hampir ditinggal mobil jemputan, aku hanya bisa memberikan sedikit uangku kepada nenek itu dan menunjukkan warung terdekat kepada sang nenek, sambil meminta maaf karena tidak bisa membantunya membeli minum. Ketika sudah meninggalkan nenek itu, aku melihat kebelakang karena khawatir, ternyata dari jauh aku melihat nenek itu salah belok dari arah yang aku tunjukkan, dan aku kemudian hanya bisa mendoakan semoga nenek itu menemukan warung dan bisa melenyapkan rasa hausnya.
Hari ini aku bertemu nenek itu lagi, nenek yang dulu. Ingin sekali aku mendatangi dan mengajaknya berbicara, atau sekedar membantunya. Apakah nenek itu tidak memiliki uang lagi untuk membeli seplastik teh hangat?
Tiba-tiba aku teringat, aku tidak membawa dompet! Bagaimana mungkin ini terjadi di saat yang tidak tepat. Aku membutuhkan uang untuk membantu nenek itu, dan aku melirik ke jam tangan, jam 07.15, jam dimana seharusnya aku sudah berada di pinggir jalan raya menanti jemputan. Aku tidak punya waktu dan apapun yang bisa aku berikan kepada nenek itu. Aku melihatnya sekali lagi, beberapa orang yang berseliweran di jalan itu, tidak ada satu orangpun yang menaruh simpati atau iba kepada nenek itu. Sang nenek menatapku sekali lagi, seperti ingin mengungkapkan sesuatu, sesuatu yang dia pendam. Sekali lagi, aku memalingkan muka, dalam hati aku berdoa, semoga ada seseorang yang berkemampuan yang terbuka hatinya untuk membantu nenek itu. Sampai malam ini, aku masih terbayang wajah nenek itu.. Wajah yang lelah akan kehidupan ini, kehidupan yang mungkin kejam kepadanya.
Pikiranku sekarang melayang ke sebuah kejadian 2 minggu lalu, ketika aku melayat ke kerabat, di Ungaran. Ketika mau pulang ke Semarang, aku harus naik angkot dari pasar Ungaran, di situ banyak angkot yang sedang "ngetem" alias menunggu penumpang penuh. Ada sebuah angkot yang mau berangkat, aku dan seorang temanku berlarian mengejar angkot itu, namun tidak terkejar, tiba-tiba seorang nenek tua menegur kami. Nenek ini pakaiannya cukup berada, dia membawa satu kresek buah rambutan di tangan kiri dan sebuah tongkat yang membantunya untuk berjalan di tangan kanan. Nenek itu berdiri bersangga pada tongkat, sambil bergetar, mungkin tulang-tulangnya sudah hampir tidak kuat menahan bobot tubuhnya. Nenek itu berkata: "Mau naik angkot mbak? Kesana saja, banyak angkot (sambil menunjuk ke arah kumpulan angkot yang sedang ngetem), mbok aku dibantu jalan kesana nok, mau ki simbah naik angkot, kudune medun kono, tapi wooo sopir angkot mau ugal-ugalan, simbah kebablasen, tulung simbah dituntun, nak yo aku ora kuat mlaku ndono" Aku dan temanku yang merasa iba, membantu membawakan satu kresek buah rambutan dan menuntunnya berjalan, menuju tukang ojek di dekat kumpulan angkot. Nenek itu sudah sangat tua, mungkin usia 80 tahun, kulitnya sudah sangat keriput, bungkuk, berjalan saja susah. Bagaimana mungkin keluarganya membiarkan nenek itu ke pasar sendirian hanya untuk membeli buah rambutan, naik angkot dan ojek? Sungguh kejam, sungguh dalam hati dan pikiranku tidak bisa menalar hal ini.
Kejadian berlanjut ketika aku sudah duduk di dalam angkot dan menunggu penumpang lain, angkot itu sudah hampir penuh. Tiba-tiba seorang nenek, agak gendut, berjalan dengan tongkat kayu, keturunan china, ingin naik angkot. Karena yang tersisa adalah kursi di bagian belakang, nenek itu dibantu sang kenek untuk naik dan duduk di sebelahku, tetapi karena untuk naik ke dalam angkot agak tinggi, nenek itu tidak kuat untuk naik masuk ke dalam angkot. Nenek itu kemudian menjelaskan, kalau naik angkot dia biasanya duduk di depan di samping sopir, naiknya lebih pendek, tidak terlalu tinggi. Berhubung kursi depan sudah dipakai oleh 2 orang cewek ABG, sang nenek meminta tolong untuk bertukar tempat duduk agar nenek itu bisa ikut naik angkot. Tahukah kamu kejadian apa yang selanjutnya aku lihat? Kedua remaja itu tidak mau mengalah dan tidak mempedulikan nenek tua itu, padahal beberapa sopir angkot yang berada disitu juga sudah ikut membujuk kedua remaja, tetapi mereka tetap tidak mau mengalah. Ohmaigod! I don't believe it.
Kemanakah moral anak muda bangsa Indonesia sekarang? Akhirnya sang nenek harus pindah ke angkot lain yang masih kosong dan belum ada penumpang, kasihan nenek itu harus menuggu lama sampai angkot penuh dan berangkat.
Aku kemudian berpikir, apakah ini karma?
Apakah nenek china itu medapat perlakuan seperti itu karena masa mudanya pelit? Sehingga sekarang orang lain pelit kepadanya. Bagaimana dengan nenek-nenek yang lain, apa yang sudah mereka perbuat pada masa mudanya sampai memperoleh masa tua yang kelam seperti itu? Apa kesalahan mereka? Kehidupan ini adalah cermin, bagaimana dunia memperlakukanmu, itu adalah hasil perlakuanmu ke orang lain.
I just believe in karma.
I just believe in karma.
Aku percaya someday, kedua remaja di angkot itu akan dibalas oleh tindakan yang setara oleh orang lain. Dan aku menginginkan masa tua yang tenang, indah dan damai, bersama suami, anak-anak dan cucu-cucuku kelak. Oleh karena itu, sekarang aku ingin sebisa mungkin berbuat baik untuk orang lain, berusaha membantu orang lain, dengan ikhlas, dan aku akan memetik manfaatnya suatu saat nanti. InsyaAllah..
1 komentar:
this really make me think a lot. hahahaha.. I love this (y)
Posting Komentar