Selasa, 18 Februari 2014

Jelajah Selat Sunda : Pendakian Gunung Anak Krakatau

"Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra.. bersama teman bertualang. Tempat yang baru belum pernah terjamah, suasana yang ramai di tengah kota.."
Buat kalian yang lahir di tahun 80-an, pasti tahu soundtrack anime Ninja Hatori, yap, akhir-akhir ini aku sering menyanyikan lagu tersebut. Rasanya seperti membangkitkan semangat untuk berpetualang dan menjelajah tempat-tempat baru.

Krakatau.. Mendengar namanya saja sudah terbayang betapa megahnya gunung tersebut. Krakatau, menjadi tujuan perjalananku kali ini.



Jumat (27/12/2013), malam itu aku berlari-lari di sepanjang jalan setapak yang menghubungkan kantor dengan jalan raya. Segera aku cegat angkot agar aku secepatnya sampai kos dan packing untuk persiapan perjalanan panjangku. Tidak sabar rasanya untuk melakukan sebuah petualangan baru.

Jam 20.00 WIB tepat, perjalananku dimulai! Dari kos, aku naik angkot menuju pusat bus Arimbi di daerah Kebon Nanas, Cikokol, Tangerang. Dengan menaiki bus Arimbi jurusan Kalideres - Merak, aku menuju Terminal Merak. Setelah menempuh waktu dua jam perjalanan, aku sampai di Terminal Merak. Kemudian dilanjutkan naik ojek menuju Pelabuhan Merak, sebuah pelabuhan yang berada di ujung barat pulau Jawa.

Tepat tengah malam pada saat pergantian hari, aku meninggalkan pulau Jawa dengan menaiki kapal ferry mengarungi  Selat Sunda, sebuah selat yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Kapal sempat terombang-ambing selama beberapa jam dikarenakan kapal harus antri untuk berlabuh di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, Sumatera.

Sabtu (28/12/2014), mentari pagi yang hangat menyapaku yang sedang berdiri di pinggiran kapal. Menanti agar kapal bisa berlabuh. Aku mendapa berita bahwa air laut sedang pasang, itu artinya itinerary harus diubah untuk menyesuaikan cuaca yang memang sedang tidak bersahabat. Lagi-lagi, tujuan utamaku untuk menikmati sunrise pada hari Minggu pagi di puncak Gunung Anak Krakatau kandas, sedih.. Pendakian harus dilakukan pada hari Sabtu siang hari.

Dari Pelabuhan Bakauhuni, banyak angkot yang menawarkan jasa untuk mengantarkan ke Dermaga Canti. Setibanya di dermaga itu, sudah menanti sebuah kapal motor kapasitas 50 orang yang siap mengantarkan aku dan rombongan menuju homestay di Pulau Sebesi, sebuah pulau kecil di Lampung Selatan yang berlokasi paling dekat dengan Gunung Anak Krakatau.



Setelah menaruh ransel dan perbekalan di homestay, kami berlayar menuju Gunung Anak Krakatau. Tidak lupa berfoto ceria dulu di atas perahu sambil mengibarkan bendera Merah Putih kebanggan Indonesia (Cinta Tanah Air, guys..) hehe.

Menaiki kapal mengarungi tengah lautan merupakan sebuah pengalaman yang penuh sensasi. Sepanjang mata memandang hanya terlihat air laut, biru, dalam dan misterius. Garis cakrawala horisontal membelah indahnya warna biru laut dan langit.

Siang hari, sampai juga kami di Gunung Anak Krakatau. Melakukan pendakian pada saat matahari tepat bersinar di atas bumi itu rasanya.. yeah, siap-siap bawa air satu galon di punggung. Haha. Pendakian ke puncak Gunung Anak Krakatau membutuhkan waktu antara 30 menit - 1 jam, tergantung kemampuan fisik masing-masing orang. Dengan tekad bulat, aku bersiap-siap mendaki gunung cantik yang berbahaya itu, yang beberapa minggu lalu sempat mengeluarkan lava pijarnya..

Di daerah kaki Gunung Anak Krakatau, banyak pepohonan yang tumbuh subur, namun semakin tinggi ketinggian tanah, keberadaan pohon semakin jarang. Pemandangan hijau pepohonan berganti dengan hamparan pasir yang gersang dan panas. Kaki harus berhati-hati dalam setiap langkahnya.. Pelan-pelan saja, nikmati perjalanan.. Karena medannya pasir, cari pijakan yang kuat, setiap satu langkah naik bisa berarti setengah langkah turun.

Di tengah-tengah pendakian, cobalah untuk menengok ke belakang, subhanallah.. pemandangan hamparan pasir yang tandus akan disulap menjadi pemandangan lautan luas dan pegunungan indah, seperti di atas awan. Yah, jujur saja sih, sama saja pemandangannya kalau pas naik pesawat terbang. Tetapi rasanya beda, sueeerr, pemandangan indah yang didapatkan dari hasil perjuangan sampai mengeluarkan cucuran keringat akan lebih terasa indah, berjuta-juta kali lebih indah..

Pendakian ternyata tidak bisa dilakukan sampai puncak, guys.. Terdapat sebuah lembah curam yang menandakan bahwa langkah kami harus terhenti, pertanda bahwa kami sudah sampai di batas maksimal yang diijinkan untuk ditapaki..

Setelah puas menikmati keindahan bumi pertiwi dan melepas lelah, kami turun gunung dan melanjutkan perjalanan ke pulau Umang-Umang. Pulau tidak berpenghuni dengan pemandangan yang kece abis karena memiliki pantai perawan yang air lautnya super jernih dan bening. Cakep !


Dan ketika malam tiba, kami sudah cukup lelah.. lelah terkagum-kagum dengan indahnya pemandangan yang tertangkap oleh mata dan memori..
Selamat malam..

1 komentar:

pempektarisa mengatakan...

asiiik mbak.... hmm butuh berp lama ya ngelilingin indonesia hahaah